YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Sabtu, 27 September 2014

September 2014, Tak Seceria Lantunan Lagu Mama Ina



September 2014, yang dialami rakyat Indonesia ternyata tidak SECERIA dengan judul lagu yang dilantunkan oleh penyayi lawas wanita mama Ina alias Vina Panduwinata (September Ceria), hal ini dikarenakan pada akhir bulan ini telah terjadi “Pemerkosaan, Perampasan, Perampokan’ terhadap hak politik Rakyat, penghianatan terhadap para pejuang Reformasi 1998. Para anggota dewan terhormat yang duduk di Senayan telah mengesahkan keputusan (kemunduran sejarah) RUU Pilkada dimana pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang notabanenya dipilih rakyat telah akan menjadi ajang Pembagian kekuasaan Elit Partai yang berkoalisi besar di Parlemen.
Tentu saja Pilkada-pilkada yang telah kita lakukan selama kurang lebih 9 tahun memang membutuhkan Evaluasi dan sudah pasti juga membutuhkan banyak perbaikan. Untuk itu tentu tidak ada salahnya bagi DPR melakukan beberapa perbaikan dan perubahan atas UU Pilkada tersebut agar dapat menjadi lebih efektif, lebih maksimal dan lebih bermanfaat. Tapi kemudian yang menjadi masalah adalah adanya kelompok-kelompok tertentu untuk mencoba mengambil keuntungan dari pembahasan RUU ini demi kepentingan partainya maupun kepentingan kelompoknya. Pembahasan RUU ini sebenarnya sudah dimulai bulan Mei lalu dan sudah ada pandangan dari beberapa Fraksi untuk RUU ini. Sayangnya pada akhir september ini telah ditetapkan bahwa Pilkada akan sama kondisinya seperti 10 – 20 tahun yang lalu dimana Kepala Daerah dipilih oleh DPRD/DPRD Tingkat II.

  
Masalah pemenangan Pilkada  mengandung latar belakang multidimensional.  Ada yang bermotif  harga diri pribadi (adu popularitas); Ada pula yang bermotif mengejar kekuasaan dan kehormatan; Terkait juga  kehormatan Parpol pengusung; Harga diri Ketua Partai Daerah yang sering memaksakan diri untuk maju. Di samping tentu saja ada yang mempunyai niat luhur untuk memajukan daerah, sebagai putra daerah. Dalam kerangka motif kekuasaan bisa difahami, karena “politics is the struggle over allocation of values in society” (Politik merupakan perjuangan untuk memperoleh alokasi kekuasan di dalam masyarakat).  Pemenangan perjuangan politik seperti pemilu legislative atau pilkada eksekutif sangat penting untuk mendominasi fungsi-fungsi legislasi, pengawasan budget dan kebijakan  dalam proses pemerintahan (the process of government).  Dalam kerangka ini cara-cara “lobbying, pressure, threat, batgaining and compromise”  seringkali terkandung di dalamnya.
Masalah lainnya sistem perekrutan calon KDH (Bupati, Wali kota, Gubernur) bersifat transaksional, dan hanya orang-orang yang mempunyai modal financial besar, serta popularitas tinggi, yang dilirik oleh partai politik, serta beban biaya yang sangat besar untuk memenangkan pilkada/pemilukada, akibatnya tidak dapat dielakan maraknya korupsi di daerah, untuk mengembalikan modal politik sang calon,serta banyak Perda-Perda yang bermasalah,dan memberatkan masyarakat dan iklim investasi.

Saya mencoba mengevaluasi dari sudut pandang saya tentang apa kekurangan dan kelebihan dari Pilkada Langsung. Begitu juga dengan Pilkada yang dilakukan lewat DPR, apa saja kelebihan dan kekurangannya.
  
Pilkada Langsung
Ada beberapa keunggulan pilkada dengan model pemilihan secara langsung.
Pertama, pilkada secara langsung memungkinkan proses yang lebih Partisipasi. Partisipasi jelas akan membuka akses dan kontrol masyarakat yang lebih kuat sebagai aktor yang telibat dalam pilkada dalam arti partisipasi secara langsung merupakan prakondisi untuk mewujudkan kedaulatan ditangan rakyat dalam konteks politik dan pemerintahan. 
Kedua, proses pilkada secara langsung memberikan ruang dan pilihan yang terbuka bagi masyarakat untuk menentukan calon pemimpin yang memiliki kapasitas, dan komitmen yang kuat serta legitimate dimata masyarakat sehingga pemimpin yang baru tersebut dapat membuahkan keputusan-keputusan yang lebih baik dengan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat luas dan juga diharapkan akan terjadinya rasa tanggung jawab secara timbal balik. Sang kepala daerah lebih merasa mendapatkan dukungan dari masyarakat, sehingga kebijakan-kebijakan tentu saja lebih berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. pada saat yang sama, rakyat juga akan lebih mendukung kebijakan-kebijakan kepala daerah sebab mereka telah berperan secara langsung dalam pengangkatan kepala daerah. 
Ketiga, mendekatkan elit politik dengan konstituen atau masyarakat. Diharapkan dengan pemilihan seperti ini mayarakat akan lebih mengenal pemimpin mereka di daerah sehingga akan memudahkan proses komunikasi politik di daerah.
Keempat, lebih terdesentralisasi. Berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya, pemilihan kepala daerah dilakukan pemerintah pusat dengan cara menunjuk atau menetapkan aktor politik untuk menempati jabatan politik di daerah.

Beberapa Kekurangan pilkada dengan model pemilihan secara langsung
            Pertama, Biaya yang dikeluarkan Pemerinta Cukup Besar. Pilkada-pilkada terdiri dari Pilgub 33 Propinsi dan 495 Kabupaten/ Kota. Biaya pelaksanaan Pilkada-pilkada dikeluarkan untuk semua kebutuhan KPU seperti Gaji, Peralatan, Inventaris, Logistik dan lainnya.
            Kedua, Sering terjadi konflik horizontal selama dilaksanakannya Pilkada-pilkada di daerah. Bahkan sering terjadi Anarkistis dan Pengrusakan fasilitas public. Konflik itu juga sering menimbulkan ketegangan di masyarakat untuk waktu yang lama, bahkan mungkin ada juga dendam.
            Ketiga, Rendahnya partisipasi dari masyarakat untuk mengikuti Pilkada. Mungkin bosan dengan begitu banyaknya Pemilu.
            Keempat, Sering terjadi Jor-joran dalam biaya kampanye oleh calon-calon Kepala daerah disertai terjadinya money politic. Sehingga calon yang akhirnya menang setelah menjadi Pemimpin sering korupsi untuk mengembalikan modal. Bahkan ada juga yang membuat Dinasti Politik.


Pilkada Lewat DPRD

Ada beberapa keunggulan pilkada dengan model pemilihan lewat DPRD.
  • Pertama, Mampu menekan Biaya Pelaksanaan. Negara akan mampu menghemat Trilyunan Rupiah.
  • Kedua, Mampu menekan potensi terjadinya Konflik Horizontal. Ini bisa dikatakan sangat signifikan.
  • Ketiga, Pilkada ini juga akan mengurangi biaya-biaya kampanye yang dikeluarkan calon kepala daerah.


Beberapa Kekurangan pilkada dengan model pemilihan lewat DPRD
·         Tidak mampu merepresentasikan Aspirasi rakyat mayoritas atau Keterwakilan rakyat.
·         Legitimasi Kepala Daerah lemah dikarenakan Kualitas Demokrasi yang rendah dan tidak melibatkan rakyat yang ada.
·         Sulit menghasilkan Pemimpin terbaik dari tokoh-tokoh yang ada di daerah tersebut. Pilihan DPRD cenderung hanya pada tokoh-tokoh yang dikenal oleh DPRD saja.
·         Memperbesar peluang terjadinya politik transaksional antara calon kepala daerah dengan legislative pada saat Proses Pilkada berlangsung.
·         Membuat Legislatif menjadi Superior terhadap Eksekutif. Legislatif bukannya mengawasi Eksekutif bahkan mengendalikan Eksekutif. Ini membuat Eksekutif lebih mementingkan kepentingan Legislatif daripada kepentingan rakyat.
·         Eksekutif atau Kepala Daerah akan kurang bertanggung-jawab pada kepentingan rakyat karena tidak merasa dipilih oleh rakyat.
·         Memperbesar Peluang terjadinya Kongkalikong antara Eksekutif dan Legislatif untuk mengkorupsi anggaran pembangunan yang ada.
·         Berpotensi Kongkalikong Eksekutif-Legislatif untuk pengeluaran izin-izin swasta terutama pemanfaatan kekayaan Negara seperti tambang, Hutan dan lain sebagainnya.
·         Berpotensi menciptakan terjadinya Dinasti Politik legislative dan eksekutif maupun Oligarki. Peluang ini sangat besar juga potensi korupsi berjamaah.
·         Berpotensi terjadi politik remote control dimana kepala-kepala daerah dipilih oleh elit-elit partai yang berada di pengurus pusat partai.
·         Pilkada ini tidak menjamin Kepala Daerah Terpilih Tidak akan melakukan Korupsi.


Menurut pemikiran saya, Pilkada dengan model Pemilihan langsung maupun pemilihan lewat DPRD akan sama baiknya jika para pejabat-pejabat public yang terpilih benar-benar berjuang atas nama rakyat dan untuk kepentingan rakyat bukan untuk partai ataupun kelompok mereka sendiri.
Potensi Korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah dan Konflik Horizontal yang terjadi di Pilkada semua ini sangat terkait erat dengan kepentingan-kepentingan Partai Politik. Inilah Akar Masalah Sebenarnya. Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri hingga Presiden adalah jabatan-jabatan public. Alangkah indahnya negeri ini kalau semua pejabat-pejabat public yang ada tidak terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan dari partai-partai politik.
Saya sangat yakin sekali bila setiap Pejabat Publik (eksekutif & legislatif) yang dipilih rakyat bukan berasal dari Partai Politik maka dia akan bekerja lebih bertanggung-jawab. Dan disisi lain para Legislatif yang ada di DPRD pun akan melakukan sistim pengawasan yang maksimal dan tidak akan segan-segan memberikan teguran kepada Kepala Daerah bila melakukan kebijaksanaan yang tidak memihak rakyat.

Tulisan ini hanya sebatas pemikiran saya seorang kaum sendal jepit secara objectif saja, saya tetap optimis bahwa apa yang kemudian ditetepkan oleh para anggota dewan terhormat merupakan hal yang terbaik untuk Rakyat, Bangsa dan Negri ini. Kalaupun mereka khilaf dalam pemberian keputusan ini semoga Tuhan YME mengampuni mereka.
Teringat akan perkataan Ayah saya “Tidak ada pepatah yang mengatakan nasi telah menjadi bubur. Meskipun nasi telah menjadi bubur, diberi ayam, bawang, kerupuk dan kuah kari bubur itu pun akan menjadi bubur ayam yang kemudian masih enak juga untuk dimakan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar