Pada kesempatan ini saya akan
mencoba membuat tulisan untuk menjawab permasalahan debu pertambangan (Mine Dust) yang terjadi di daerah saya
Kawasan Pertambangan batu bara (PTBA) Tanjung Enim, SUMSEL. Debu yang
dihasilkan akibat pertambangan batubara telah membuat keresahan pada masyarakat
sekitar. Sehingga munculah permasalahan yang pelik antara masyarakat dan
perusahaan. Namun, sebelum saya membuka tulisan ini saya ingin menyampaikan
bahwa permasalahan ini tidak akan selesai jika kita terus saling menyalahkan
dan hanya membuka forum diskusi saja. Selain itu tulisan saya ini hanya sekedar
pemikiran saya saja secara objectif tidak ada unsur menggurui dan menyalahkan
pihak manapun.
Pertambangan adalah suatu kegiatan
mencari, menggali, mengolah, memanfaatkan dan menjual hasil dari bahan galian
berupa mineral, batu bara, panas bumi dan minyak dan gas.Seharusnya kegiatan
pertambangan memanfaatkan sumberdaya alam dengan berwawasan lingkungan, agar
kelestarian lingkungan hidup tetap terjaga.
Kegiatan penambangan khususnya Batubara dan lain-lain dikenal sebagai kegiatan yang dapat merubah permukaan
bumi. Karena itu, penambangan sering dikaitkan dengan kerusakan lingkungan.
Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui bahwa banyak sekali
kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan kerusakan di tempat penambangannya.
Akan tetapi,
perlu diingat pula bahwa dilain pihak kualitas lingkungan di tempat penambangan
meningkat dengan tajam. Bukan saja menyangkut kualitas hidup manusia yang
berada di lingkungan tempat penambangan itu, namun juga alam sekitar menjadi
tertata lebih baik, dengan kelengkapan infrastrukturnya. Karena itu kegiatan
penambangan dapat menjadi daya tarik, sehingga penduduk banyak yang berpindah
mendekati lokasi penambangan tersebut. Sering pula dikatakan bahwa
kegiatan penambangan telah menjadi lokomotif pembangunan di daerah tersebut.
Namun,
tidaklah mudah menepis kesan bahwa penambangan dapat menimbulkan dampat negatif
terhadap lingkungan. Terlebih-lebih penambangan yang hanya mementingkan laba,
yang tidak menyisihkan dana yang cukup untuk memuliakan lingkungannya.
Pertambangan batubara dapat
menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup besar, Seperti
pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran tanah. Tidak hanya itu
pertambangan batubara juga dapat berdampak terhadap Manusia, Sosial dan
kemasyarakatan.
Pada penulisan kali ini fokus pembahasan
saya adalah dampak pertambangan batu bara terhadap udara khususnya
debu tambang (Mine Dust). Debu-debu
tambang yang tidak diatasi dengan baik, dapat menimbulkan ancaman besar bagi
masyarakat, lingkungan dan mesin tambang. Ituah sebabnya debu merupakan aspek
penting dari setiap usaha pertambangan. Debu tambang dapat berdampak pada
kesehatan pekerja tambang maupun masyarakat yang berada diluar area sekitar
tambang. Debu menciptakan buruknya jarak pandang, keracunan, peradangan pada
mata serta gangguan pada saluran pernafasan manusia karena terjadinya
penimbunan partikel-partikel debu pada paru-paru (paru-paru berdebu).
Pengaruh debu terhadap kesehatan
manusia tergantung dari beberapa faktor, yaitu komposisi kimiawi, konsentrasi,
ukuran partikel, waktu dan daya tahan tubuh seseorang. Khkhusu untuk ukuran
semakin kecil ukuran debu maka akan semakin berbahaya karena luas permukaannya
dan aktivitas kimianya bertambah. Sedangkan dari sisi waktu, biasanya dampak
nya baru akan terasa pada waktu yang lama sekitar 5 sampai 20 tahun baru terlihat
gejalanya.
Debu pertambangan dihasilkan dari
aktifitas pertambangan baik yang bersumber dari area stok file, haul road atau
pit area. Debu juga dapat berasal dari tanah yang
difungsikan sebagai sarana jalan darat atau debu yang berasal dari bahan yang
diangkut, misalnya tanah galian atau batubara. Polusi tersebut jika tidak
diatasi bisa mengganggu penduduk yang berada di sepanjang jalur transportasi
menuju tempat tujuan akhir. Debu di operasi penambangan dapat disebabkan oleh truk
yang dikemudikan di jalan, operasi crushing batubara, operasi pengeboran dan
terganggu oleh angin yang bertiup di atas wilayah pertambangan. Musim kemarau
(faktor alam) juga akan mempengaruhi banyaknya volume debu yang dihasilkan.
Menurut pemikiran saya debu pertambangan
bisa dikendalikan dengan cara sebagai berikut:
1.
Menyiramkan
zat cair (air) beserta zat adiktif kepermukaan area penyebab timbulnya debu,
2.
Menggunakan
alat ( mirip konveyor), memiliki sistem pengendalian debu, yang secara efektif
menekan sebagian besar partikel dengan pengguanaan air minimal. Metode ini
menggunakan teknologi (alat) yang mampu
mengendalikan debu melalui penangkapan udara dan pembasahan dipermukaan. Namun permasalahan
dalam menggunakan metode ini debu kadang masih timbul selama pemuatan,
pengangkutan dan operasi lainnya.
3.
Menggunakan
seprotan air atomized portable, alat yang di design dengan serangkaian nozel
khusu menymprotkan suatu cairan menjadi tetesan air.
4. langkah lain juga bisa diambil termasuk
dengan alat dengan sistem pengumpulan debu dan menyediakan lahan tambahan
disekitar tambang untuk bertindak sebagai zona penyangga. Pepohonan yang ditanam
di zona penyangga tersebut juga bisa menekan dampak pandangan negatif dari
operasi penambangan terhadap masyarakat setempat.
Tindakan sepihak
jelas akan menimbulkan dampak dan konflik sosial dalam permasalahan ini.
Apalagi warga yang terlibat di dalamnya sudah mencapai ribuan. Namun,
seharusnya pihak terkait mengambil tindakan tegas dan cepat terhadap
permasalahan ini.
Melalui tulisan ini saya mengajak dan
menantang para Pemuda, tokoh masyarakat serta kaum akademisi mari kita bersama-sama menemukan solusi dari
permasalahan ini. Bukan saatnya lagi kita hanya berdiam diri (apalagi hanya
menertawakan) dan berdebat (diskusi tanpa penyelesaian). Mari singsingkan
lengan baju demi kebaikan kita bersama dikemudian hari.
“Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” “Holopis
Kuntul Baris”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar